Minggu, 30 April 2023

Dr. Socrates Yoman Sampaikan Belum Ada Isi Resolusi PBB 2504 tentang Papua Bagian Sah dari Wilayah Indonesia, Steve Mara : Resolusi Mana yang Beliau Baca, Jangan Gagal Paham.

 

Matarajawali, Papua - Dr. A. G. Socrates Yoman dalam catatannya menyampaikan bahwa belum ada isi resolusi PBB 2504 yang menyatakan dengan tegas bahwa Papua sebagai bagian sah dari wilayah Indonesia. Hal ini kembali menampilkan kehebohan dimasyarakat intelektual Papua. 


Menanggapi pernyataan Dr. Socrates Yoman tersebut, Steve Mara Ketua Melanesian Youth Diplomacy Forum ini sampaikan bahwa pernyataan beliau ini tidak berdasar, baik secara akal sehat, fakta, dan juga hukum internasional. Steve Mara menjelaskan bahwa ada beberapa hal prinsipal tentang resolusi 2504, Isi resolusi tersebut dan aturan hukum internasional yang harus dipahami oleh seluruh masyarakat Papua.


Pertama, jika Dr. Socrates menuduh resolusi 2504 ini tidak berisikan pengakuan politik dan final PBB atas hasil Pepera. Saya perlu jelaskan bahwa, justru memang demikian, karena PBB tidak miliki kewenangan tersebut mengingat Pepera adalah pelaksanaan Perjanjian New York. PBB terlibat karena diminta oleh Indonesia dan Belanda, tapi bukan menjadi wasit apalagi hakim bagi Pepera. Oleh karena itu,  sudah tepat Majelis Umum PBB hanya “take note” dan bukan “approve”.


Kedua, terkait dengan campur tangan PBB dalam Pepera. Dr. Socrates pasti memahami bahwa metode Pepera tidak ditentukan oleh Indonesia semata, sebab itu Pepera 1969 justru dibicarakan, dikonsultasikan serta mendapatkan masukan dari Ortis-Sanz (Perwakilan PBB yang hadir di Indonesia saat itu). 


Dalam paragraph 122 dari laporan Ortiz-Sanz jelas Ortis-Sanz menyatakan :


“I was glad to see that in the above-mentioned provisions the Government had taken into consideration my suggestions that the consultative assemblies should represent all sectors of the population and that the new members should be clearly elected by the people.” 


Yang artinya, “Saya senang bahwa metode Pepera yang diusulkan Pemerintah Indonesia telah mengakomodasi masukan saya bahwa lembaga konsultatif harus mewakili seluruh lapisan masyarakat dan bahwa setiap anggota barunya harus dipilih oleh masyarakat”


Atau kita bisa lihat juga dalam Paragraf 136 dari Laporan Ortiz-Sanz yang kembali menekankan bahwa saran-sarannya diterima oleh Pemerintah : 


“On 23 June, the Government accepted my suggestion that fresh elections should be held in some places, provided us with schedules and informed me that the Provincial Government had been given instructions to "make the necessary arrangements" for our participation, As a result. fresh elections, observed by members of my missions, were held at Merauke, at two places in the Fak-Fak Regency, at Bosnik and at Sorong.” 


Yang artinya,  “Pada 23 Juni, Pemerintah kembali menerima masukan saya bahwa pemilu baru harus dilaksanakan di beberapa tempat, Pemerintah-pun meninformasikan jadwal pelaksanaannya dan juga telah menginstruksikan Pemerintah Daerah untuk mendukung partisipasi misi PBB dalam pemilu tersebut. Sebagai hasilnya, akhirnya Pemerintah melaksanakan pemilu di Merauke, dua tempat di Fak-Fak, yakni Bosnik dan Sorong yang dihadiri oleh anggota misi PBB”


Banyak lagi rujukan dalam laporan Ortis-Sanz bahwa PBB mengetahui dan berpartisipasi dalam menentukan metode Pepera. Saya pikir, Dr. Socrates harus memahami secara jujur laporan tersebut agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan tidak memilah-milah fakta untuk menyesatkan dan membingungkan masyarakat. 


Ketiga, Dr. Socrates sembunyikan fakta bahwa tidak ada satupun negara Afrika yang menolak adopsi Resolusi 2504. Mengapa Dr. Socrates merahasiakan hal ini dalam tulisannya? Apa tujuan Dr. Socrates menyembunyikan fakta tersebut? Resolusi 2504 diadopsi dengan voting yang hasilnya adalah 84 negara mendukung, 30 negara abstain, dan tidak ada negara yang menolak.


Patut dicatat, terdapat 16 negara Afrika yang mendukung adopsi Resolusi 2504 yakni : Afrika Selatan, Aljazair, Ethiopia, Guinea, Liberia, Madagaskar, Mali, Mauritania, Maroko, Nigeria, Rwanda, Senegal, Sudan, Suriah, Tunisia, dan Yemen. Mengapa Dr. Socrates tidak mengutip pernyataan negara-negara tersebut?


Selain itu, saya melihat Dr. Socrates ada mengutip beberapa sumber yang diklaim sebagai dokumen resmi dari PBB. Namun setelah saya cek kebenarannya nomor dokumen tersebut, justru tidak dapat ditemukan dalam sistem penomoran PBB. Sehingga perlu dilihat kembali, apakah dokumen tersebut hanya dokumen palsu atau berasal dari sumber yang tidak dapat dipercaya kebenarannya.


Saya harap kita semua kembali mempedomani Firman Tuhan untuk menjadi garam dan terang dunia, dan bukan menjadi kegelapan yang ingin menyelimuti pilihan terang masyarakat Papua pada tahun 1969 yang mengukuhkan bahwa Bangsa Papua adalah anak kandung Ibu Pertiwi Indonesia semenjak 17 Agustus 1945. Red*

0 comments:

Posting Komentar